Syair Arab Era Awal Islam; Kajian Selasanan
Syair
merupakan bagian dari sastra yang telah muncul sebelum datangnya Islam. Syair
terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan masih ada hingga
sekarang.
Pada
kafe ilmiah (15/11/2016) kali ini mbak Binti, sebagai presentator kajian, membahas
tentang perkembangan syair dan pertentangan ulama tentangnya di era awal Islam.
Kafe
ilmiah dilaksanakan setelah salat Isya karena banyaknya Misykatian yang datang
terlambat. Namun sebelum kajian dimulai, Misykatian melaksanakan salat gaib
atas meninggalnya kakak Ahmad Yudiar Mahardika (alm), teman seangkatan Mas
Thole. Semoga amalan beliau diterima di sisi-Nya.
Tubagus
atau sering dipanggil TB bertugas sebagai moderator kafe ilmiah kali ini. Bang
TB memberikan kesempatan 30 menit kepada presentator dalam mempresentasikan
makalahnya.
Pada
makalah ini mbak Binti memaparkan seputar syair yang berkembang di era awal Islam
yang memiliki karakteristik berbeda dengan syair zaman Jahiliyyah karena
pengaruh kondisi masyarakat Arab, mulai dari kondisi spiritual, intelektual,
sosial, hingga humanistik.
Juga
tak kalah penting dalam apa yang dipresentasikan oleh mbak Binti adalah
pertentangan ulama tentang perkembangan syair di era ini. Ada dua pendapat tentang
perkembangan syair di era awal Islam, pendapat kelompok pertama, salah satunya
Ibnu Khaldun, mengatakan bahwasanya syair melemah pada masa awal Islam. Sebagaimana
yang Ibnu Khaldun cantumkan dalam mukadimahnya, “Perhatian orang-orang Arab
telah berpaling dari syair kepada perkara-perkara agama, perkara kenabian,
diturunkannya wahyu, dan gaya bahasa al-Quran. Maka mereka berhenti dari
tradisi sastra dan belum ada ayat yang mengharamkan syair sebagaimana Rasul
senang mendengarnya, dan mereka pun kembali kepada tradisi mereka.”
Dengan
perkataannya tersebut seakan-akan Ibnu Khaldun menetapkan bahwa melemahnya
syair terjadi hanya pada rentang waktu ketika wahyu diturunkan kepada Nabi. Dan
cukup jelas bahwasanya hal itu tidak sesuai dengan keadaan orang-orang musyrik,
karena mereka tidak disibukkan dengan urusan dakwah. Sebenarnya, faktor yang
mendorong Ibnu Khaldun berpendapat seperti itu adalah perkataan Ibnu Sallam.
Pendapat
kedua datang dari sebuah kelompok yang tidak setuju dengan pendapat kelompok
pertama, karena yang hidup pada masa ini adalah mereka yang hidup pada zaman
Jahiliyah, seperti Hasan ibnu Rawwahah, Labid, dan Abbas ibnu Mardas. Pendapat Ibnu
Khaldun bisa menjadi benar jika punggawa-punggawa sastra ini terkena musibah
pada diri dan akal mereka, namun secara historis belum ada yang menetapkan hal
itu.
Dalam
perjalanan sejarah, syair tidak pernah absen mengiringi setiap peristiwa-peristiwa
yang terjadi di masa permulaan Islam. Hal ini bisa kita jumpai pada kitab-kitab
sastra dan sejarah yang banyak menuliskan karangan-karangan penyair pada masa
itu. Terlebih dengan adanya peristiwa penting pada masa penyebaran risalah,
masyarakat Arab terbagi menjadi dua bagian. Sebagian adalah mereka yang beriman
dan sebagian lagi yang menentang dakwah Nabi.
Usai
presentator memaparkan makalahnya, Bang TB memberikan kesempatan bagi para Misykatian
untuk memberikan saran, kritik, ataupun pertanyaan terhadap makalah ini. Namun Misykatian
lebih banyak memberikan kritik terhadap penulisan dan ketidakjelasan makalah.
Bung
Dhofir, munsyi Misykati, mengkritik bagian prolog yang pada setiap paragrafnya
tidak ada kepaduan. Bung Dhofir juga menanyakan tentang topik apa yang sebenarnya
dibahas dalam makalah ini. Kritikan ini membuat suasana Misykati menjadi
memanas.
Tak
hanya kakak-kakak yang begitu semangat dalam memberikan kritik, Fadli juga tak
ingin ketinggalan dalam menyampaikan kritik. Dedek imut ini bertanya mengapa
tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pengaruh kondisi masyarakat Arab
terhadap syair. Dia merasa diberi harapan palsu.
Mbak
Binti pun menanggapi semua kritikan itu dengan tenang, dan mengakui
kesalahannya karena kurang teliti dan kurang fokus dalam membuat makalah.
Waktu
berjalan begitu cepat, Bang TB menutup acara kajian dan dilanjutkan dengan
makan bersama. Koki pada kajian kali ini adalah Mang Yusuf yang rela pergi
jauh-jauh ke Madrasah demi membeli Bulti karena naiknya harga ikan di Gamik.
Labels
Kemisykatian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar