Terbongkarnya Kebohongan Zionisme atas Al-Quds dan Masjid al-Aqsha
Judul asli : بطلا ن الافتراءات الصهيونية تجاه القدس والمسجد
الأقصى
Penulis : Prof. Dr. Abd el-Mun’iem Fuad
Penulis : Prof. Dr. Abd el-Mun’iem Fuad
(dekan fakultas ilmu pengetahuan islam untuk pelajar asing)
Sumber naskah : majalah al-Azhar
edisi Januari 2018 hlm. 845
Secara leksikal, kata “al-Quds” berarti suci, agung, dan murni. Kota
al-Quds (Yerusalem), termasuk Masjid al-Aqsa di dalamnya, merupakan nama yang
telah dicatatkan oleh sejarah. Sepanjang zaman kaum Muslim menghormati nama
itu, karena dalam hati mereka al-Quds memiliki kedudukan yang amat penting
setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Kedudukan nama al-Quds semakin mulia, agung, dan indah tatkala Alquran
menyebutnya di permulaan surat al-Isra dengan:
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ
أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا
ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ
ٱلۡبَصِيرُ ١
Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS.Isra:1)
Sebagaimana tersurat, Allah Swt. memberkati apa saja yang berada di
sekitar Masjid al-Aqsha, yakni kota al-Quds seluruhnya. Penjabaran dari makna “mubaarakah”
yang terkandung pada ayat di atas ialah dengan buah-buahan yang melimpah, harta
dunia, lalu dengan diutusnya para Nabi serta orang-orang saleh yang semasa hidupnya
untuk menabur kebaikan, dan menyuruh kepada yang makruf serta mencegah dari
yang munkar. Selain itu, keberkahan yang dimiliki al-Quds juga karena mereka
dikuburkan di sana.
Adapun penamaan dengan al-Aqsha tak lepas dari makna kontekstualnya,
sebab lokasinya memang paling jauh, seperti
yang dikatakan oleh al-Qurtubi: (penamaan) demikian karena jauhnya jarak antara
Masjid al-Aqsha dan Masjidil Haram. Di muka bumi, al-Aqsha merupakan masjid yang
paling jauh dari jangkauan penduduk Mekah. Maka tak ayal jika kaum Muslim
ditekankan untuk menziarahinya[1]. Menuju Masjid
al-Aqsha-lah, Nabi Muhammad saw. menempuh perjalanan malamnya dan dari situlah Beliau saw. naik ke langit.
Bicara realita, populasi kaum Yahudi itu terpencar-pencar di dunia—sebab
akidah mereka yang rusak dan perilaku mereka yang hina. Hidup mereka melebur
dengan manusia lain di manapun. Walau demikian, mereka ternyata mampu membentuk
zionisme global yang berencana untuk menguasai dunia dengan protokol-protokol yang
biasa disebut dengan protokol zionisme[2].
Sejauh ini, mereka telah besekutu untuk merebut Palestina dan Bait
al-Maqdis (Yerusalem) dengan cara yang liar. Baik melalui agresi, meminta
bantuan kepada negara-negara adidaya, memanipulasi fakta, menebar kebohongan,
dan fitnah. Mereka juga mempersiapkan pentolan-pentolan—dalam bidang budaya,
pemikiran, dan politik di dunia barat maupun arab—untuk menjadi “pasukan” setia
yang akan mengambil bagian dalam mengeksekusi rencana besar Zionis Yahudi.
Salah satu bentuk keliaran mereka yaitu setelah berhasil menguasai Palestina,
mereka mengklaim—klaim palsu—legalitas atas al-Quds dan mendakwa bahwa kaum
Muslim, bahkan Kristen, tak memiliki hak apapun terkait dengannya. Jika
ditelisik, mereka mengambil dalil akan kebohongan ini dengan
pernyataan-pernyataan yang aneh, di antaranya adalah:
Pertama, Alquran tidak pernah menyebutkan nama “al-Quds”
walau sekali. Jadi Yahudi-lah yang paling berhak atas al-Quds. Kemudian berdasarkan
kepercayaan mereka, hubungan antara al-Quds dengan Yahudi terjalin sejak dahulu
kala. Merujuk pada 3000 tahun yang lalu ketika Raja Daud menaklukan kota
ini—dan membunuh Jalut—pada abad ke-10 SM dan mendirikan kerajaannya di sana[3].
Untuk dalih yang kedua, mereka menyandarkannya pada Taurat. Dalam kitab
Penciptaan dikatakan bahwa, “Tuhan telah menjanjikan kepada Ibrahim as. dan
keturunannya dengan tanah ini, yakni tanah yang dijanjikan. Tuhan juga berkata ‘untuk
keturunanmu kuberikan tanah ini[4]’.”
Alasan lainya ialah Ibrahim as. dikuburkan di al-Quds[5]. Begitu
pula istrinya, Sarah. Karena itu, mereka berdoa menghadapnya dan mensucikan bumi
langitnya[6]. Dengan
begitu, maka al-Quds menjadi milik mereka, bukan yang lain.
Ini artinya para Yahudi lama dan zionis menafikan hubungan apapun yang
dimiliki bangsa Arab, khususnya kaum Muslim, dengan al-Quds (dari pada Yahudi,
merekalah yang lebih dahulu dikenal oleh bangsa Palestina). Dengan demikian,
merekalah yang paling berhak memiliki al-Quds dan mendudukinya.
Dibanding sebelum-sebelumnya, dewasa ini kita menyaksikan para Zionis lebih
gencar dalam bersiasat dan menebar kebohongan. Sebagai contoh, pada Juli 2009, Mordechai
Kedar (Profesor di bidang kajian keislaman di salah satu universitas Israel)
saat mengisi kuliah di Knesset Israel mengatakan, “Al-Quds itu milik Yahudi.
Masjid al-Aqsa itu tempatnya di Ji’ranah, sebuah desa antara Mekkah dan Thaif.
Jadi bukan di Palestina ataupun al-Quds[7].”
Dalam aksinya, Zionis ini tidak hanya mengeluarkan ucapan seperti itu,
tetapi ia juga muncul di siaran Arabia—ini sangat disayangkan. Dalam kesempatan
itu, ia mengulangi ucapannya, persis. Bahkan semakin berani, dengan berkata ke
para pemirsa, “Sebetulnya kita melihat dengan mata kepala kita rubah berjalan
di atas Altar—yang dimaksud adalah orang-orang Palestina dan Arab. Telah dikatakan
dalam kitab suci kami: wajib membunuh orang-orang asing yang memasuki Altar
kita ketika mereka berjalan di sana.”
Orang ini benar-benar kelewat batas. Terlebih, ia mengatakan hal
tersebut di channel dan siaran televisi kita.
Yang lebih mencengangkan lagi, kita melihat orang-orang kita sendiri,
baik yang se-suku bangsa maupun se-agama, ada yang mengadopsi kebohongan ini.
Lalu mereka berbicara persis seperti yang diucapkan oleh Zionis ini, bahkan
tidak mengubah satu huruf pun. Justru malah menambahkannya dengan berkata:
“Masjid al-Aqsha yang sebenarnya, yang disebutkan dalam Alquran,
bukanlah di al-Quds dan Palestina. Akan tetapi berada di antara jalan Thaif di desa
Ji’ranah. Di sepanjang jalan itu ada Masjid al-Adna dan Masjid al-Aqsha, dan Nabi
Muhammad saw. bersembahyang di kedua masjid tersebut. Alwaqidi dalam ceritanya
juga berkata demikian. At-Thabari juga[8].”
Cerita di atas ini merupakan kebohongan-kebohongan yang disebarkan
oleh Yahudi dan pengikut zionis di dunia, hingga menghasilkan kebijakan (atau
lebih tepat disebut petaka?) terkini Presiden Trump yang menjadikan al-Quds
sebagai ibu kota Israel! Kebijakan itu pun akhirnya ditolak secara keseluruhan
maupun parsial dari kalangan Muslim maupun Kristen di seluruh dunia.
Sanggahan:
Ketika menghadapi tipu daya gadungan semacam ini—yang tidak berpijak pada
pendekatan ilmiah, realitas, dan akal—kita betul-betul memerlukan metode
berikut yang merupakan satu-satunya cara untuk meruntuhkan kebathilan mereka
dalam persoalan ini:
Pertama:
Mereka menekankan bahwa al-Quds telah dimasuki Daud as. sejak 3000
tahun SM dan di sana ia membangun sebuah Altar. Kemudian, Taurat dan kitab suci
mereka menegaskan bahwa Allah telah memberikan al-Quds kepada Ibrahim as. dan keturunannya.
Ibrahim as. dan istrinya, Sarah, juga dikuburkan di sana. Dengan alasan-alasan
ini, mereka menganggap merekalah yang paling berhak atas al-Quds dan kekudusan kota
itu hanya diperuntukkan bagi mereka saja, bukan kaum Muslim. Oleh karena itu,
mereka berdoa menghadapnya dan mensucikan bumi langitnya. Dan lagi-lagi mereka
menegaskan bahwa al-Quds untuk mereka saja, bukan yang lain!
Jawaban logis:
Logika yang mereka gunakan kacau. Tidak mesti orang yang menaklukan
suatu wilayah lantas dia menjadi seorang raja. Tidak mesti pula wilayah yang
ditaklukan tersebut menjadi negeri yang tak mungkin lepas dari kekuasaaannya.
Jika kita ajukan perkara ini kepada pengadilan internasional manapun, sang hakim
tentu akan memutuskan—berdasarkan logika terlebih dahulu, sebelum menggunakan
udang-undang—bahwa dakwaan mereka cacat.
Presiden Trump pun—yang mengeluarkan kebijakan sewenang-wenang terkait
al-Quds sebagai ibu kota bagi kaum zionis dan yang merusak klaim perdamaian
yang selama ini dijadikan Amerika sebagai slogan sampai kapan pun—harusnya
bertanya pada dirinya sendiri, sebelum para Yahudi juga melakukannya, dengan
pertanyaan:
Setelah menaklukan Vietnam, mengapa Amerika meninggalkan dan tak
menjadikannya sebagai negeri dan kekuasaannya?
Setelah menaklukan Iraq di tahun 2003—dengan dalih yang sepele mereka
sampai tega membunuh jutaan anak-anak—mengapa Amerika meninggalkan dan tak
menjadikannya sebagai negerinya?
Dan mengapa Perancis, Inggris, Italia dan yang lain meninggalkan
negara yang pernah mereka jajah?
Lagipula, bagi kaum Yahudi, Sulaiman as. hanya sebagai raja, bukan nabi
ataupun rasul. Artinya, permasalahan yang terjadi sebetulnya adalah masalah
politik dan sama sekali tak ada hubungannya dengan agama Yahudi. Jadi, mengapa dusta?
Berdasarkan sumber-sumber sejarah, faktanya al-Quds telah ditemukan
sebelum zaman Daud as. dan Sulaiman as.. Jauh sebelumnya, nenek moyang bangsa
arab-palestina, yaitu orang-orang Yabusi, telah membangun kota tersebut hingga datanglah
Sulaiman as. yang juga menemukan mereka sudah eksis di sana.
Kalaupun dirunut, hubungan yang terjalin antara Daud as.-Sulaiman as.,
antara orang orang Ibrani, dan antara al-Quds-Palestina tidaklah lebih dari ribuan
tahun[9]. Lantas
bagaimana mungkin yang berstatus sebagai pendatang bisa menjadi pribumi, sedangkan
yang asli pribumi malah tak mendapat tanah sepetak pun?
Kedua:
Masih dengan logika yang sama, kita arahkan sanggahan ini kepada kaum Yahudi
yang berkata bahwa bumi dan langit al-Quds diberkahi hanya untuk mereka saja.
Alasannya, merekalah yang berdoa
menghadapnya. Karena inilah mereka menganggap dirinya paling berhak atas
al-Quds, bukan kaum Muslim atau yang lainnya.
Kita jawab dengan:
Jika dianalogikan dengan logika—yang aneh—ini, berarti kaum Muslim
dari Pakistan, Somalia dan negara berpenduduk muslim manapun yang berdoa
menghadap Kakbah di Kerajaan Saudi juga harus menguasai Mekkah bahkan Madinah selama
mereka berdoa menghadapnya?
Ini adalah logika yang benar-benar “ajaib”.
Ketiga:
Dalam melegitimasi al-Quds, kaum Yahudi bersandar pada kitab suci
mereka. Untuk itu kita juga perlu menukil dari sandaran mereka, tepatnya pada kitab
Penciptaaan yang berkata: sesungguhnya Tuhan memberikan tanah al-Quds untuk
Ibrahim as. dan keturunannya. Beliau as. beserta Sarah istrinya, dan keturunannya
dikubur di sana.
Setidaknya ada dua langkah untuk menghadapi kebohongan ini. Pertama,
dengan mengajukan sebuah pertanyaan pokok, baru
kemudian kita kembali mengulas bagian-bagian dari kitab suci mereka:
1.
Mengapa keturunan Ibrahim as. yang diakui
oleh Yahudi hanya keturunan Ishaq as. dan Ya’kub as., sementara keturunan Ismail as. tidak? Bukankah Ismail as. juga merupakan bapaknya bangsa arab sekaligus
kakek ke-21-nya Nabi Muhammad saw.? Dengan alasan apa mereka mengabaikan lahirnya
Ismail as., tetapi mengakui Ishaq as. sebagai putra dari Sarah?
Ketahuilah, inilah yang dinamakan dengan rasisme. Alquran juga sudah menceritakan
tentang watak mereka ketika mereka berkata:
۞وَمِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ مَنۡ إِن
تَأۡمَنۡهُ بِقِنطَارٖ يُؤَدِّهِۦٓ إِلَيۡكَ وَمِنۡهُم مَّنۡ إِن تَأۡمَنۡهُ
بِدِينَارٖ لَّا يُؤَدِّهِۦٓ إِلَيۡكَ إِلَّا مَا دُمۡتَ عَلَيۡهِ قَآئِمٗاۗ
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُواْ لَيۡسَ عَلَيۡنَا فِي ٱلۡأُمِّيِّۧنَ سَبِيلٞ
وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ٧٥
Di antara Ahli
kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak,
dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu
mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika
kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan:
"tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta
terhadap Allah, padahal mereka mengetahui (QS.Ali Imran: 75).
Bahkan kitab Talmud—salah satu kitab suci Yahudi—juga menggambarkan
kerasisan mereka dengan berkata:
“Terkutuklah semua bangsa-bangsa dan terberkatilah ia umat Yahudi”
2.
Berkenaan dengan kitab suci yang mereka
gunakan sebagai sumber argumentasi, tepatnya pada kitab Penciptaan, kita
menemukan bahwa pada kitab tersebut ternyata juga menceritakan bahwa Ibrahim as.
merasa asing di tanah al-Quds dan seperti tamu di antara orang-orang Palestina.
Berikut ini teks yang menggambarkan keadaan di atas:
“Dan Ibrahim merasa asing di bumi orang-orang Palestina selama berhari-hari.”
Pada pasal-pasal yang lain, penulisnya juga mengakui bahwa Ibrahim as.
membeli tanah dari pemiliknya untuk dijadikan sebagai kuburan istrinya, Sarah:
“Dan meninggallah Sarah di Kiryat Arba (Hebroun), yang berada di tanah
Kan’an. Kemudian Ibrahim datang meratapi kepergian Sarah, mengangisinya.
Ibrahim berdiri di depan mayat istrinya dan berkata kepada Bani Hass, ‘Aku
adalah orang asing dan tamu bagi kalian. Berilah aku tanah pekuburan yang
kalian miliki untuk kukuburkan mayat istriku’. Kemudian Bani Hass
memberikannya.[12]”
Kalau faktanya demikian, bagaimana mungkin apa yang mereka nukil dari Kitab
Penciptaan bisa menjadi dalil legalitas mereka di tanah Palestina? Bahkan
mereka para zionis sebetulnya pura-pura lupa bahwa naskah-naskah yang menyatakan
kepemilikan atas tanah Kan’an tidaklah saling berkaitan dan justru bisa dibilang
saling bertentangan antara satu sama lain.
Di bawah ini adalah pasal-pasal yang menunjukkan pertentangan dalam
kitab mereka:
Pada kitab Penciptaan pasal 17:
“Kuberikan padamu dan keturunanmu tanah di sebelah baratmu. Semua
tanah Kan’an menjadi milikmu selamanya.[13]”
Kemudian di pasal 13:
“Tuhan berkata kepada Abram (Ibrahim) setelah Luth berpisah darinya:
bukalah kedua matamu, lihatlah sisi utara, selatan, timur, dan barat dari
tempatmu berada. Karena semua yang kamu lihat menjadi milikmu. Kuberikan itu
untukmu dan keturunanmu untuk selamanya.”
Sementara itu, di pasal 35 Tuhan berkata kepada Ya’kub as.:
“Bahwa Tuhan akan memberikannya tanah yang telah diberikan kepada
Ibrahim dan Ishaq. Dan semua sisa tanah yang lain juga akan diberikan kepadanya
dan keturunannya[14].”
Kalau benar demikian, berarti tanah tersebut terbentang dari sungai Nil sampai
Eufrat, sebagaimana tertulis saat ini di Knesset Israeli.
Pada akhirnya pertentangan-pertentangan ini meruntuhkan klaim-klaim
yang mereka bangun sendiri sekaligus meratakannya dan menjadikannya tak dapat
diterima dalam realitas ilmiah.
--bersambung--
Labels
Artikel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar