Mari Mengenal Dedek-Dedek Baru Misykati
Saya pernah
mendengar pepatah mengatakan “patah tumbuh hilang berganti” dan saya kira
pepatah ini relevan untuk Misykati setiap tahunnya. Tahun ini Misykati
ditinggal 6 anggotanya: Gus Amna, Kyai Sani, Kang Thoriq, dan Ammah Fida
beserta kedua buah hatinya, Nabigh dan Nayra. Mereka pulang, patah. Namun,
tumbuh dan berganti dengan kedatangan 6 anggota baru yang kemarin Rabu, 28
November 2018, memperkenalkan diri mereka di acara malam perkenalan.
Sebenarnya
hari itu acara harus dimulai setelah ashar, tapi rupanya budaya Masisir masih
saja dilestarikan: molor sampai magrib. Ammu Muwafiq beserta keluarganya sudah
datang tepat waktu, tapi dedek-dedek masih sibuk macak di kamar agar tampak ganteng maksimal. Mas Arga dan Mas Anjaz
pun masih mondar-mandir menyiapkan tempat. Namun Mas Ucup, penunggu sekretariat
abadi dan panutan dedek-dedek, sudah berpenampilan seperti ustaz Abdul Somad
dengan pakaian necis dan tak lupa peci hitam lonjong khas Indonesia sambil
membawa gitar dan menyanyikan lagu religi. Tak kalah, Arina juga membawa gitar
coklat mudanya yang mulus dan menyanyikan lagu-lagu west-romantic. Suara
mereka berdua bersahutan, berkelindan.
Inti dari
acara ini adalah perkenalan. Namun daripada saya membeberkan apa saja yang
dilakukan selama acara tersebut, lebih baik saya mengenalkan langsung siapa
saja mereka. Agar mengenal kontur muka akan saya sertakan fotonya dan akan saya
beberkan beberapa hal yang mereka sampaikan di malam itu dan beberapa tambahan
dari saya sendiri.
1.
Fuad Abdussalam Dardiri
Nama
panggilannya Fuad atau kawan karibnya memanggilnya Endut, tapi belakangan ini
ia ingin dipanggil ‘gendon’. Mengaku berasal dari kampung batik keris, Solo.
Perawakannya mengingatkan saya pada ketua perkumpulan ‘One Day One Kuffar’: Mas
Fathur a.k.a. Abu Umar. Mereka berdua pun sempat berswafoto bersama lalu
dibagikan di grup Watsap Misykati hingga saya tidak bisa membedakan mereka
berdua. Ia berniat mengambil jurusan Tafsir, sesuai dengan moto yang ia katakan
di akhir, “Alquran kerawat, mesthi awakmu kerumat”.
2.
Rafli Hanafi Nugroho
Pria ini biasa
dipanggil Raplek. Asalnya Kartasura, dekat dengan kawasan IAIN Surakarta.
Makanya dia selalu berpenampilan klimis, sok manis, dan necis demi mencari
perhatian mahasiswi-mahasiswi yang lewat depan rumahnya. Kata kawan saya ia mirip
John Lennon, tapi saya kira ia lebih mirip mas Jalal, sastrawan kondang
Masisir.
Malam itu ia
menyatakan keinginannya untuk masuk jurusan Syariah Islamiah. Ia bilang,
“terinspirasi mas Arga”. Ia juga menyebutkan moto hidupnya, “Jadilah seperti
Larry, pelan tapi pasti, alon-alon asal kelakon.” Para hadirin memberontak,
karena yang seharusnya ia sebut adalah Garry, peliharaan Spongebob.
3.
Farras Abiyyu Noor Assidiq
Cowok imut ini
berasal dari Purwantoro, Wonogiri. Dia biasa dipanggil Faros, namun penduduk
lokal yang sempat berkenalan dengannya memanggilnya Faris. Saya bilang dia imut
bukan karena saya penyuka sesama jenis, tapi seperti apa yang Bung Dhopir kirim
di grup watsap Misykati dalam bentuk perbandingan gambar, saya mengamini bahwa
potret masa kecil mas Pandu sama sekali mirip dengannya. Dari kontur
muka—sesuai pembacaan saya sebagai pakar ekspresi mikro yang saat ini sedang
merajalela di televisi, saya kira dia sopan, tak banyak tingkah. Tapi
kenyataannya malah sebaliknya, sama seperti mas Pandu dewasa.
Meskipun
perawakannya tidak terlalu tinggi, servis volinya begitu mengagumkan. Saya
sebagai master voli KSW mengakui itu. Dalam acara olahraga Misykati bulan lalu
ia membuktikan pada saya bahwa keahliannya bermain voli tidak bisa diremehkan.
Saya bersyukur, sebagai master voli, akhirnya mempunyai saingan ketat.
4.
Ahmad Jauhar Faruq
Awal pertemuan
saya dengannya, saya kira ia tidak punya kepala, sebab tinggi badan saya hanya
mencapai dadanya. Untuk melihat mukanya saja saya harus mendongak ke atas. Saat
saya tanya, tingginya kurang lebih 185 cm, yang menurut saya sangat cocok untuk
menjadi pemain basket. Pria yang biasa dipanggil Faruq ini tetangganya mas El
Haqi, Temanggung. Dia punya kepribadian yang agak pendiam, tapi berisik ketika
tahu ada mas-mas yang menyanyikan lagu barat 90-an. Dia pun juga punya
keinginan sama seperti kedua temannya, Farras dan Rafli, untuk berkuliah di
jurusan Syariah Islamiah. Ketika ditanya soal moto hidup, ia berpikir sangat
panjang yang pada akhirnya ia bilang, ”sama dengan Rafli.”
5.
Fatimatuz Zahra
Ukhti
imut ini sering dipanggil dengan akronim namanya: Faza, tapi mbak-mbak
sekasur-seatap memanggilnya “Yayoh”. Saya kira panggilan Yayoh tidak sesuai
dengan kadar keimutannya yang—menurut saya—cukup tinggi. Alih-alih memanggilnya
Yayoh, saya malah ingin memanggilnya “be*”.
Ia
berasal dari kota yang sama dengan Raplek, Kartasura, yang berarti mereka
adalah tetangga dekat, mengingat Kartasura tidak seluas lapangan bola. Ketika
saya tanya soal hobi, ia mengaku suka membaca. Untuk masalah keinginannya
tentang Jurusan perkuliahan, dia dengan semangat mengatakan ingin masuk ke
jurusan Tafsir. Moto hidupnya juga
dia ungkapkan dengan semangat dan lantang, “Man Jadda, Wajada.”
6.
Ulya Khairunnisa
Ukhti
imut yang satu ini sering dipanggil Ulya. Ia tidak ingin dipanggil Nisa karena
menurutnya sudah banyak sekali yang memakai nama itu. Ditakutkan juga, misal
dalam sebuah pertemuan Misykati, ada dua orang yang menanggapi panggilan
“Nisa”, salah satunya mbak Aini, juru kunci Rumah Bawel yang sudah pindah ke
pedalaman Tabbah. Soalnya nama mereka berdua sama-sama mengandung kata
“Khairunnisa”.
Dedek
yang berasal dari Sukoharjo Ini punya kepribadian yang tenang dan tak banyak
bicara. Saat menjawab pertanyaan dari MC tentang keinginannya masuk di jurusan
apa, dia menjawab Syariah Islamiah, berbeda dengan temannya Faza. Ketika
ditanya soal hobi, dia tak banyak menjawab. Saya lupa, apakah dia juga punya
hobi membaca sama seperti Faza atau punya hobi yang lain. Soal moto hidup, ia
bilang sama seperti Faza.
Dari
sedikit perkenalan yang saya paparkan di sini, saya tidak mau berpanjang lebar
lagi menjelaskan bagaimana bentuk mereka yang saya rasa unik dan imut. Kalau mau lebih mengenal
sifat, watak dan perawakan mereka silakan datang sendiri ke sekretariat Misykati.
Namun yang harus saya akid-kan,
mereka semua adalah pribadi yang baik, suka ngobrol
sana sini dan mereka rata-rata masih jomlo.
Labels
Kemisykatian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar